Pilkada 2020, ASN Harus Netral tidak Bisa Ditawar-tawar

Avatar
Seful Rakhman. DM, SH

Oleh: Seful Rakhman. DM, SH (​Kordiv Hukum Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Panwascam Benteng Kepulauan Selayar)

​PEDULIRAKYAT.CO.ID — Euforia Pesta Demokrasi Kembali Akan Laksanakan pada Pilkada pada Tahun 2020. Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020, prinsip netralitas ASN ini selalu menjadi perbincangan hangat diberbagai kalangan. Wajar saja, kekhawatiran akan keberpihakan ASN kepada salah satu pasangan calon, menjadi alasan utamanya. Pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak pilih, termasuk ASN. Hal ini dijamin secara tegas didalam konstitusi kita. Tetapi hendaknya hak pilih ASN tersebut tidak dinyatakan secara terbuka, sehingga cenderung menjadi bentuk “Kampanye” yang sifatnya mengarahkan dukungan kepada salah satu pasangan calon. Dengan demikian, independensi ASN tetap terjaga tanpa menghilangkan hak pilihnya. Hal ini kemudian dikuatkan dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyatakan bahwa, “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik“.

​Setidaknya ada 7 bentuk larangan bagi ASN yang coba dikonstruksi oleh Pemerintah berdasarkan PP 42 tahun 2004 tersebut. Pertama, melakukan pendekatan kepada Partai Politik (Parpol) terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon. Kedua, memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain.

​Ketiga, mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon. Keempat, menghadiri deklarasi bakal pasangan calon, dengan atau tanpa atribut. Kelima, mengunggah foto atau menanggapi (like, share, komentar dan sejenisnya) semua hal yang terkait dengan pasangan calon di media online dan media sosial. Keenam, berfoto bersama dengan pasangan calon. Dan ketujuh, menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan parpol.

​Dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-undang, menyatakan bahwa, “Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia“.

​Norma ini dipertegas dalam Pasal 4 angka 15 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang menyatakan bahwa, “Setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah“. Jadi boleh saja ASN hadir dalam kampanye sepanjang untuk mendengarkan program serta visi dan misi pasangan calon.

​Definisi kampanye sendiri dijelaskan pd Pasal 1 angka 15 PKPU Nomor 4 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa, “Kampanye adalah kegiatan menawarkan visi, misi, program Pasangan Calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan Pemilih“. Artinya, sebagai warga negara yang punya hak pilih, ASN memiliki hak yang sama dengan yang lainnya untuk menghadiri kampanye pasangan calon. Berbeda halnya dengan kehadiran ASN dalam deklarasi pasangan calon. Itu yang tidak diperbolehkan. Sebab deklarasi merupakan pernyataan sikap terbuka keikutsertaaan pasangan calon, yang menyiratkan dukungan.

​Begitu juga dengan perangkat desa dan kepala desa tetap juga harus menjunjung tinggi profesionalitasnya sebagaimana dengan ASN.
​Karena pada UU No.6 Tahun 2014 tentang desa, disebutkan bahwa kades dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan atau golongan tertentu. Kades  juga dilarang menjadi pengurus parpol dan ikut serta  dan atau terlibat kampanye pemilu dan atau pilkada.

​Sanksi bagi ASN dan kepala desa yang tidak menjalankan profesionalitasnya yaitu akan dikenakannya pidana penjara satu tahun, denda Rp. 15 Juta untuk ASN dan 12 juta untuk kepala desa. Adanya aturan dibuat agar para ASN dan Kades fokus bekerja untuk pelayanan masyarakat akan hak hak nya sesuai Hak Asasi Manusia, Bukan malah menjadi alat atau sokongan untuk kepentingan siapa pun. ​

​ Akhir kata, kehadiran ASN dan kades dalam kampanye pasangan calon tidak dilarang dengan catatan. ASN dan kades tidak boleh menjadi panitia kegiatan kampanye, tidak mengkampanyekan pasangan calon, tidak menggunakan atribut, tidak terlibat dalam mobilisasi dan atau pengerahan massa, tidak berfoto bersama dengan pasangan calon, tidak mengunggah foto kegiatan kampanye pasangan calon ke media sosial, dan kegiatan lain yang mengindikasikan dukungan kepada pasangan calon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *