Meninggalnya Para Ulama

Avatar
Imam Shamsi Ali (Saat menyampaikan ceramah tentang Islamophobia dan tanggung jawab dakwah di Dunia Barat, Calgary Canada).

Oleh: Imam Shamsi Ali (Imam di kota New York/Presiden Nusantara Foundation)

PEDULIRAKYAT.CO.ID — Ada sebuah hadits yang tidak terlalu sering kita dengar menyebutkan:
موت العالم مصيبةلا تجبر وثلمة لا تسد ونجم طمس موت قبيلة أيسر من موت عالم, yang kira-kira bermakna: “kematian seorang alim itu adalah musibah yang tak tergantikan, lobang yang dapat ditambal. Wafatnya seorang alim bagaikan bintang yang padam. Bahkan meninggalnya satu suku (kampung) itu lebih ringan dari pada meninggalnya seorang ulama” (At-Thobarani).

Umat Islam akhir-akhir ini banyak dirundung duka, dengan ragam cobaan dan musibah. Satu diantara cobaan itu adalah wafatnya beberapa Ulama mu’tamad (Ulama rujukan Umat) yang setiap saat hadir sebagai lentera di tengah kegelapan yang menyelimuti kehidupan dunia saat ini.

Salah satu di antara ulama yang telah mendahului kita adalah Syeikh Ali Saleh Jaber, seorang Ulama yang ilmuan, saleh, mukhlis, dan insya Allah muhsin. Ulama yang selalu hadir dengan kesejukan dan penampilan moderasi sebagaj jembatan pemersatu bagi seluruh elemen Umat dan bangsa.

Syeikh Ali Jaber meninggalkan tidak saja Ilmu. Tapi yang lebih penting lagi adalah ketauladanan dalam mempertahankan keimanan dan keilmuan dalam bingkai akhlakul karimah. Bahwa seberat dan sepelit apapun tantangan yang dihadapi, seorang Mukmin tidak bokeh lepas kendali karakter moral seperti yang diajarkan secara prinsip oleh baginda Rasulullah SAW.

Saya tidak akan berbicara banyak tentang Syeikh Ali. Beliau sedang tersenyum menghadap Rabbnya. Beliau sedang bersenandung dalam keindahan ridho Ilahi. “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Rabbmu dalam keadaan ridho dan diridhoi. Masuklah ke dalam golongan hambaKu dan masuklah Ke dalam syurgaKu”.

Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk menangis, merasakan kesedihan yang dalam atas meninggalnya para Ulama kita. Cinta kita kepada para Ulama bukan cinta biasa. Tapi cinta sebagai bukti kecintaan kita kepada Ilmu. Dan cinta kepada Ilmu adalah cinta kepada kebenaran (Al-Haq).

Dalam sebuah hadits Rasulullah menegaskan: “barangsiapa yang tidak merasa sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik” (diriwayat oleh Suyuuthi).

Imam Al-Baihaqi menyebutkan: “kematian seorang Ulama itu lebih disukai oleh Iblis dari pada kematian 70 ahli ibadah”.

Jika Iblis la’natullah senang dengan kematian Ulama, lalu bagaimana mereka yang mematikan ulama? Mungkin saja tidak mematikan secara fisik. Tapi mematikan segala langkah dan juang para ulama dalam menebar Ilmu dan kebaikan.

Iblis dan konco-konconya sangat wajar untuk bersenang dengan meninggalnya Ulama. Karena memang Ulama memiliki posisi yang sangat tinggi. Selain derajatnya ditinggikan, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran: “Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu dengan beberapa derajat” (Al-Mujadalah: 11). Juga karena Ulama itu memang adalah “pewaris/penerus para nabi” (hadits).

Kedudukan para Ulama itulah yang menjadikan seluruh makhluk-makhluk Allah, bahkan semut-semut dalam lobangnya, bahkan ikan-ikan kecil dalam air (al-hiitaan fil maa) mendoakan mereka semuanya.

Sunggguh meninggalnya para Ulama memang musibah besar bagi Umat ini. Karena meninggalnya mereka adalah pertanda tercabutnya keilmuan dari Umat ini. Rasulullah bersabda: “Ambillah ilmu itu sebelum menghilang. Para sahabat bertanya: Bagaimana Ilmu menghilang ya Rasulullah? Beliau menjawab: Sesungguhnya hilangnya ilmu ketika para pembawanya pergi/meninggal” (At-Thabarani).

Dengan meninggalnya Syeikh Ali Jaber dan Ulama lainnya, juga membangun keyakinan bahwa Umat pastinya lebih tertantang lagi. Tapi Umat dengan iman pastinya juga optimis jika di balik kesulitan itu ada kemudahan. Dan di balik tantangan itu pasti ada peluang.

Dan karenanya, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin: إذاماتالعالم ثلم في الإسلام ثلمة لايسدها الا خلف منه (jika satu Ulama wafat, maka terjadi sebuah lubang dalam Islam yang tidak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya).

Semoga kita semua dapat menjadi generasi penerus para Ulama kita. Generasi yang punya komitmen untuk meneruskan keilmuan, keikhlasan dan karya/amal para waratsatul ambiya (pewaris para nabi) itu.

Terakhir saya pribadi komunikasi dengan Syeikh Ali Jaber tahun lalu. Beliau mengontak saya untuk difasilitasi mendatangkan Imam masjidil haram ke Amerika Serikat. Sayang rencana itu belum terjadi musibah Corona menimpa dunia.

Dan kini rencana dan niat baik itu telah diterima di sisi Allah bersama beliau yang merencanakan. Selamat jalan Syeikh Ali. Syurga telah menanti engkau…Al-Fatihah!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *