Aroma Menyengat dibalik Revisi Undang- Undang Desa

Avatar
Munawir. S. Sos, M. AP

Oleh: Munawir. S. Sos, M. AP (Ketua DPW Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Sulawesi Selatan)

PEDULIRAKYAT.CO.ID — Keputusan Parlemen melalui Badan Legislasi (Baleg) yang menyetujui naskah Revisi Undang-Undang (RUU) Desa Nomor 16 Tahun 2014 dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi inisiatif DPR beberapa waktu yang lalu, menggambarkan nuansa politisnya, sangat kuat dan aroma politiknya sangat menyengat.

Mengapa demikian! Karena Isu yang terlempar diruang Publik terkait konten dalam revisi undang- undang Desa tersebut, hanya bertumpu pada empat isu sentral yakni Perpanjangan masa jabatan Kepala Desa, Kenaikan Gaji, Tunjangan Purna Tugas, serta Kenaikan Dana Desa. Sayangnya tidak ada satupun Partai Politik yang menolak usulan Revisi Undang- undang tersebut, baik yang berada di Parlemen maupun di luar Parlemen.

Berdasarkan empat isu besar tersebut, patut diduga dan kuat dugaan bahwa keputusan untuk merevisi undang-undang Desa justru menguntungkan Kepala Desa secara personal, sebab dengan adanya perpanjangan masa jabatan tersebut, yang begitu lama dimungkinkan terjadinya abuse of power.

Padahal telah diketahui bersama bahwa Demokrasi itu memiliki game of rules, salah satunya adalah pembatasan masa jabatan dan masa jabatan itu tidak boleh terlalu lama untuk setiap periodesasi masa jabatan Politik, jika tidak! Akan terjadi otoritarianisme sebagaimana yang diutarakan Lord Acton (dalam Crane Brinton, 1919), Power Tends to Corrupt and Absolute power Corrrupts Absolutely“Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut (itu) korup seratus persen.

Perpanjangan Masa Kepala Desa

Masa jabatan yang terlalu lama maka Kades (Kepala Desa) berpotensi menyalahgunakan kekuasaan atas jabatan dan kedudukan yang disandangnya untuk memonopoli perangkat kekuasaan yang ada di Desa, demi kepentingannya sendiri atau kelompok. Disamping itu dengan masa jabatan yang terlalu lama, yang sebelumnya dari enam tahun menjadi sembilah tahun masa jabatan Kepala Desa setiap periodesasinya, dapat melahirkan terjadinya penyumbatan terhadap sirkulasi atau proses regenerasi Kepemimpinan yang sehat untuk lahirnya Kades ( Kepala Desa) yang berkualitas, dan visioner.

Mengapa demikian! Karena masa jabatan yang lama untuk berkuasa, dapat memicu lahirnya perilaku raja- raja kecil serta kelompok pemujanya, akibat dari itu melahirkan Relasi “patron atau bos” -anak buah, secara alamiah akan terbentuk di level Desa. Sebagai penguasa tunggal di Desa, tindak-tanduk Kades (yang buruk sekalipun) akan cenderung mendapat dukungan dan simpati oleh kelompok pemujanya, sedangkan terhadap pihak- pihak yang berbeda atau bersebrangan dalam hal pandangan sikap politik mengalami aleniasi serta dapat berujung intimidasi dari sistem Kekuasaan di Desa.

Kenaikan Gaji Kepala Desa, dan Tunjangan Purna Tugas

Isu selanjutnya adalah Kenaikan Gaji dan Tunjangan Purna Tugas Kepala Desa menjadi hal yang menggelitik karena hal itu, menjadi salah satu alasan bergulirnya revisi undang- udang Desa di Badan Legislasi DPR RI, sehingga membuat perut menjadi mual mendengarnya, sebab faktanya nich! nyaris tidak ada Kepala Desa atau orang yang menjabat sebagai Kepala Desa baik saat, atau sedang menjabat maupun setelah menjabat jatuh miskin atau serba kekurangan dan bertumpuk utang ketika berakhir masa jabatannya sebagai Kepala Desa.

Alih- alih mengalami serba kekurangan pasca berakhirnya masa jabatan Kepala Desa malah sebaliknya, yang terjadi dan faktanya seorang Kepala Desa justru bertambah sejahtera, bertambah makmur bukan hanya sebatas diri dan sanak familinya tapi juga Extended family (keluarga besarnya) karena kecipratan Prosperity (kemakmuran) dari ekses sebuah jabatan Kepala Desa, kalau tohpun! ada seorang Kepala Desa yang terpilih terlihat atau nampak tidak lazim dari pada umumnya atau kebanyakannya berarti ia masuk kategori The Legend Ibarat Jenderal Soegeng yakni seorang legenda berasal dari Institusi Polri yang dikenal dengan integritasnya, mengedepankan Kejujuran dan kesederhanaannya, menampilkan cermin Kepemimpinan yang dibalut dalam balutan welas asih, mewarnai perjalanan masa- masa Kepemimpinannya.

Dengan demikian seputar Kenaikan Gaji dan Tunjangan Purna Tugas Kepala Desa, merupakan sesuatu yang sulit diterima Akal Sehat, terhadap sikap para anggota baleg (Bandan Legislasi) DPR RI yang menjadikan alasan tersebut, untuk melakukan Revisi Undang- Undang Desa, dengan dianulirnya Kenaikan Gaji dan Tunjangan Purna Tugas Sebagai Kepala Desa itu berarti hanya menambah privilege, atau memperbanyak aksesoris keistimewaan terhadap status sebagai Kepala Desa, akhirnya memicu rivalitas yang semakin tidak waras di setiap moment perhelatan Kepemipinan di tingkat Desa serta diranah perangkat Desa kedepannya.

Kenaikan Anggaran Dana Desa

Isu selanjutnya yang tak kalah menarik dalam Revisi Undang- undang Desa yang telah digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yakni penambahan anggaran dana Desa, yang sebelumnya dari satu miliar per tahun untuk setiap Desa, menjadi Dua milliar rupiah per tahun, yang akan di kucurkan ke tiap- tipa Desa. Apabila revisi undang- undang Desa tersebut, benar – benar mendapat Persetujuan mayoritas pada Rapat Paripurna DPR RI.

Maka kedepannya Desa akan mendapatkan kucuran dana cukup Fantastis yang berasal dari APBN yakni sebesar Dua milliar Pertahun dengan lama masa jabatan sebagai Kepala Desa selama 9 tahun, itu berarti! Dalam satu periode masa jabatan kepala Desa, maka Kepala Desa akan mengelola anggaran sebesar 18 Milliar per periode masa jabatannya, cukup Fantastis bukan! Dan anggaran tersebut, baru bersumber dari APBN, belum yang berasal dari APBD Kabupaten Maupun APBD Provinsi di daerahnya masing masing.

Padahal data menunjukkan sejak 2015 hingga 2022, anggaran APBN sebesar Rp 468,9 triliun mengalir ke 74.961 Desa di seluruh Indonesia namun kenyataan jauh dari ekspektasi. Jika semenjak tahun 2015 hingga tahun 2022 saja, telah menguras Keuangan Negara sebesar 468, 9 triliun mengalir ke 74. 961. Namun kenyataannya anggaran tersebut, tidak memberi kemajuan yang cukup berarti terhadap kemajuan dan peradaban di Desa mengapa demikian!

Karena data menunjukkan bahwa persolan laten seperti Kemiskinan yangmana sampai saat ini, Desa masih menyandang status sebagai penyumbang Kemiskinan di tanah air. Berdasarkan pendataan yang dilakukan Bandan Pusat Statistik Republik Indonesia menguak fakta bahwa ditahun 2022 Jumlah orang miskin di Desa sebesar 12,36 persen, sedangkan di Kota hanya 7,5 persen, perbandingan yang sangat signifikan Desa sebagai penyumbang Kemiskinan dari pada daerah perkotaan.

Ditambah lagi Anggaran Desa menjadi lahan basah, alias menjadi ladang korupsi sebagaimana yang dikemukakan Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa, sepanjang 2015 hingga 2021, ada 592 kasus korupsi di tingkat desa, dengan 729 tersangka, dan kerugian sebesar Rp 433,8 miliar, sementara data KPK menyebutkan, selama 2015-2022 ada 601 kasus korupsi dana desa dengan jumlah tersangka mencapai 686.

Berdasarkan beberapa argumentasi dan sajian data- data yang telah dikemukakan, setidaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa Rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu, yang telah menyepakati draf aturan tersebut menjadi rancangan undang – undang (RUU), dimana draf aturan ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk dimintakan persetujuan sebagai RUU usulan inisiatif DPR. Padahal sedianya, revisi UU Desa tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR 2023. Entah mengapa para legislator menargetkan revisi UU tersebut harus rampung sebelum Desember tahun ini, kuat dugaan nuansa politiknya sangat kuat dan aroma politiknya sangat menyengat.

Besar kemungkinan telah ada deal (kesepakatan) semacam kompensasi elektoral (suara) antara pihak yang menyuarakan dan pihak yang akan mengakomodir sebagaimana jargon para politikus “No Free Lunch” (tidak ada makan siang gratis), atau meminjam bahasa Rocky Gerung Pengamat politik Nasional disetiap proses politik yang dimainkan para politisi pasti ada tukar tambah didalamnya sehingga alasan dibalik ambisiusnya para legislator untuk menggolkan Revisi Undang- undang Desa tersebut menjadi produk Peraturan perundang-undangan hasil inisiatif DPR, diprediksi telah adanya deal dengan pihak yang menyuarakan kaitannya dengan garansi atau jaminan elektoral bagi masing – masing partai politik yang ada di parlemen dalam kontestasi pemilihan legislatif ditahun 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *