57 Tahun Berkiprah IMM Membuktikan

Avatar

PEDULIRAKYAT.CO.ID — Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang lahir pada tanggal 14 Maret 1964 M/ 29 Syawal 1384 H di Yogyakarta, yang artinya bila hari ini tanggal 14 Maret 2021 maka, genap sudah usia IMM 57 Tahun berkiprah. Lima puluh tujuh tahun IMM berkiprah bukanlah usia yang muda bagi suatu organisasi, sudah dewasa dan matang bagi sebuah gerakan yang telah terbukti melintasi zaman hingga kini.

Penulis Fathoni (1990) menjelaskan bahwa eksistensi sebuah organisasi akan ditentukan oleh konsistennya terhadap tujuannya. Persyarikatan sepak bola tidak mempunyai arti apa-apa untuk mengembangkan olahraga itu. Kalu para anggotanya lebih suka main ping pong (tenis meja) dan pengurusnya lebih disibukkan oleh angka “Porkas/SDSB” dari pada mengurus bola itu sendiri. Demikian juga kala itu menilai eksistensi IMM dewasa ini. Satu pertanyaan yang tepat dari Djasman Al-Kindi bilamana kita ingin melihat IMM.

Menilik sejarah IMM bukan membuat kita berkutat dan bereforia merenungi masa-masa yang yang sudah dilewati. Namun, kader IMM harus sadar tantangan kedepannya bukanlah hal yang mudah untuk dilewati. Sudah menjadi keharusan, untuk terus berbenah, terus berinovasi, terus konsisten membumikan gerakan dakwah amar makhruf nahi mungkar. Milad IMM ini, harus dijadikan refleksi untuk menjadi lebih baik. Kader IMM harus istiqomah kuat dalam niat, dzikir hingga ikhtiar dalam menghadapi segala situasi dan kondisi.

Deklarasi Kota Barat (DEKOBAR) 1965 yang dikutip dari Buku Manifesto Gerakan Intelektual Profetik IMM (2017) yakni:
1) IMM adalah gerakan mahasiswa Islam; 2) Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM; 3) Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilitator dan dinamisator); 4) Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM; 5) IMM adalah organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku; 6) Amal IMM dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, nusa, dan bangsa.

Deklarasi Kota Barat 1965 tersebut ditandatangani oleh KHA. Badawi yang dihelatkan di Gedung Dinoto Yogyakarta sebagai cikal bakal pondasi gerakan IMM. Kemudian, melihat arah gerak IMM dalam 6 penegasan tersebut, pemerintah Presiden Soekarno merestui IMM berdiri secara resmi dengan menuliskan prasasti pada 16 Februari 1965 yakni: “Saya Beri Restu kepada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)”.

Kelahiran IMM membawa angin segar bagi dunia aktivis mahasiswa. Pasalnya, IMM bukan hanya bergerak pada unsur intelektualitas (kemahasiswaan), humanitas (kemasyarakatan), tetapi, juga pada unsur religiusitas (aqidah agama Islam/keagamaan). Stigma yang sering menjadi pertanyaan bahwa kelahiran IMM yang janggal, karena bertepatan pada gejolak PKI dan ingin dibubarkan HMI pada waktu itu.

Stigma mengganggap IMM bagian dari pemerintah yang otoriter karena pemerintah Soekarno memberikan restu secara resmi pada 1965. Tetapi, asumsi itu sudah ditepis tuntas pada waktu itu, dan sudah dibayar lunas oleh AF. Fathoni dalam buku “Kelahiran yang dipersoalkan” (1990).

Warna merah yang tersemat dalam atribut IMM sejatinya memiliki histroris dan filosofis mendalam, bukan hanya sekadar warna yang tertangkup di dalamnya melainkan sebagai simbol perjuangan yang mengakar dalam catatan peradaban IMM. Selain itu, warna IMM memiliki makna sebagai simbol penolakan dan penegasan terhadap gerakan separatisme alias kelompok yang melenceng dari cita-cita kemerdekaan Indonesia kala itu. Seperti halnya, yang diungkapkan oleh Rosyad Sholeh warna merah merupakan simbol perlawanan, antitesis terhadap gerakan PKI maupun CGMI.

Petuah dari M. Abdul Halim Sani pernah berkata: “tindakan yang baik tak terorganisir akan mudah dikalahkan dengan kejahatan yang terorganisir”. Maka dari pada itu, IMM pada usia 57 tahun ini harus bisa merefleksikan gerakan kedepannya dengan harus ada kesadaran setiap kader hingga terwujudnya kesadaran kolektif (konsensus) sehingga IMM bisa tuntas secara internal dan mampu bertransformasi sosial.

IMM harus melek literasi digital guna membumikan gerakan keilmuan merajut gagasan membangun peradaban, melalui tulisan-tulisan yang membangun dan edukatif bisa meluruskan kiblat asumsi publik. Maraknya informasi bohong (hoax) sehingga kader IMM secara personal maupun secara kolektif harus gencar membangun paradigma intelektual.

IMM kedepanya harus membangun big data literasi guna menepis fenomena post-truth (pasca kebenaran) yang merupakan keterkaitan dan keterikatan dengan virus hoax. IMM harus senantiasa mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun aqidah Islam yang sebenar-benarnya dengan menghelatkan dakwah hingga menumbuhkan spirit Al-Maun yang berpihak kepada kaum tertindas/kaum lemah (mustadh’afin) yang merupakan refleksi dari kompetensi humanis (kemasyarakatan). Jayalah IMM, abadi perjuangan, Mari Buktikan!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *