Latihan Jadi Anggota Paskibraka, Aurel​​ Meninggal Dunia

Avatar
​Wakil Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, saat melayat almarhum Aurellia Qurratuaini, Paskibraka Tangsel di kediamannya di bilangan Cipondoh, Tangerang, Kamis (1/9/2019). Foto: Tribun

PEDULIRAKYAT.CO.ID, ​TANGERANG — Farid Abdurrahman (42) menceritakan malam terakhir putrinya, Aurellia Qurratuaini (16), sebelum menghembuskan nafas terakhir.

​Pada Rabu (31/7/2019), Aurellia pulang ke rumah usai menjalani latihan Paskibra bersama tim Paskibraka Tanggerang Selatan.

​Dalam keadaan lelah, dia bercerita, buku diary miliknya beserta empat temanya dirobek oleh seniornya ketika latihan Paskibra.

​Buku diary itu merupakan bagian dari tugas yang diberikan seniornya dan sudah ditulis oleh Aurellia beserta anggota yang lain sejak 22 hari selama latihan Paskibraka.

​Buku tersebut dirobek usai dikoreksi oleh para senior.

​Setelah disobek, Aurellia diharuskan menyalin buku tersebut dalam waktu dua hari.

​”Ini salah satu bentuk psikologis yang luar biasa kalau menurut kami mengakibatkan down mental dan fisik. Akhirnya dia jam satu mencoba bangun untuk nulis lagi, nggak bisa selesai,” kata Farid saat ditemui di kediamannya di perumahan Taman Royal II, Cipondoh, Tanggerang Kota, Jumat (2/8/2019).

​Pukul 04.00, Aurellia nampak tidak berdaya secara fisik untuk menjalani aktivitas.

​Dia pun ambruk seketika.

​”Jam 4 dia berusaha mau mulai aktivitas. Karena mulai jam 4 dia sudah limbung badannya, sudah capeknya dia limbung langsung nggak sadar kita bawa ke rumah sakit. Ternyata sudah tidak tertolong,” ucap Farid.

​Nyawanya tidak tertolong ketika ingin dilarikan ke rumah sakit.

​”Dokter tidak keluarkan diagnosa karena ketika kita bawa kesana (RS) bahwa Almarhum sudah meninggal,” ucap dia.

​Farid mengatakan, latihan paskibra yang dialami anaknya sudah berlebihan.

​Ia menilai seperti itu karena dirinya Purna Paskibraka.

​Perlakuan berlebihan itu diberikan oleh para seniornya, bukan para pelatih Paskibra.

​”Jadi campur tangan senior di luar pelatih ini ini yang merupakan teror beban psikologis yang sangat luar biasa,” ucap dia.

​Jenazah sudah dimakamkan di TPU Selapajang, Kota Tangerang, kemarin.

​Tak ke polisi

​Farid Abdurrahman (42) mengaku tidak akan membawa kasus meninggalnya paskibraka asal Tangerang Selatan, Aurellia Qurratuaini, ke jalur hukum.

​Dia mengaku ikhlas putri kesayangannya itu menghadap Sang Pencipta.

​Namun, dia berharap kasus yang menimpa putrinya ini menjadi pelajaran dan pembenahan pihak terkait yang terlibat dalam melatih para paskibraka Tanggerang Selatan.

​”Secara langkah hukum ini tidak akan kita lakukan prosedur tindakan. Akan tetapi tindakan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh itu sudah kita sampaikan ke Ibu Wali Kota Tangsel bahwa harus dilakukan evaluasi,” ucap dia.

​Dia mengaku sudah memberikan masukan kepada Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany terkait sistem pelatihan paskibraka.

​Termasuk usul menyediakan tim medis untuk para anggota paskibraka.

​”Alhamdulillah mulai tadi sudah ditindak lanjutin oleh Bu Wali Kota, Bu Airin. Saya sudah dapat laporan dari orangtua anggota paskibra yang lain bahwa sudah standby petugas medis di lokasi,” kata dia.

​Kembali menekankan, dia berharap kejadian ini menjadi pelajaran agar pihak yang terlibat dalam melatih para paskibraka tidak menerapkan latihan yang esktrem sehingga berujung anggota yang meninggal dunia.

​”Kami harapkan dengan adanya kejadian ini sebagai pengalaman sebagai hal yang wajib mereka (pihak pelatih Paskibraka) evaluasi bawah tindakan seperti ini akan berakibat sangat fatal. Baik dari peserta sendiri maupun bagi keluarga yang ditinggalkan,” kata Farid.

​Sebelumnya, Aurellia Qurratuaini diketahui meninggal dunia pada Kamis, (1/8/2019) pukul 04.00.

​Sebelum meninggal, Aurellia yang juga anggota Paskibraka Tangerang Selatan sempat menjalani latihan yang cukup berat.

​Selama latihan, Aurellia dan beberapa anggota paskibraka lainya kerap disuruh push up dengan tangan dikepal, memakan jeruk berserta kulit-kulitnya hingga menulis buku diary oleh para seniornya.

​”Kemudian senior memberikan tugas tambahan tugas tambahan ini yang membuat psikologis makin drop. Seperti dia harus membuat buku diary setiap hari, dia harus ngisi padahal dia sudah capek kegiatan pagi sampai malam,” tambah Farid.

​Sumber: Tribunnews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *